Di
suatu kebun dengan suasana senja, sebuah tanaman mawar warna merah segar dengan
ditemani pohon mangga yang tumbuh subur tak jauh dari mawar merah itu ditanam.
Saat itu hendak musim buah mangga berbuah. Percakapan terjadi..
“Bunga
Mawar yang baik hati, mengapa kau terlihat murung?”, tanya Bunga Pohon Mangga.
“Saya
sedang sedih, seperti tak ingin meneruskan hidup”, sahut Mawar Merah dengan
mimik tak segar.
“Bunga
Mawar Merah, jangan sekali-kali kau berfikiran seperti itu. Itu tidaklah baik.
Ceritakan saja apa yang menjadikan kau sedih!”
“Bunga
Pohon Mangga, saya sedih karena apa yang selama ini kumiliki seperti tidak ada
gunanya. Semua sia-sia”
“Mengapa
kau berfikiran seperti itu? Kau seharusnya bahagia. Kau mempunyai duri-duri
untuk melindungi tubuhmu sendiri, setiap hari manusia selalu menyiramimu, kau
juga selalu dipuji karena keindahan dan wanginya dirimu. Lantas apa yang
menjadikanmu sedih?”, tanya Bunga Pohon Mangga lagi.
”Justru
itu saya merasa sedih. Apa yang saya miliki seperti beban bagi saya. Saya sudah
muak dengan pujian-pujian dari mereka. Pujian seperti senjata paling tajam bagi
saya. Sering sekali mereka memuji ini memuji itu tentang diri saya. Saat saya
layu, mereka membuang tubuhku begitu saja. Tak memberi manfaat untuk mereka.
Saya pun hanya memberi kebahagiaan sesaat”, jawab Mawar Merah.
”Bunga
Mawar, saya tidak mungkin mendapat pujian. Saya menyadari kalau saya tak
rupawan. Tetapi saya terkadang juga ingin sekali mendapat pujian. Walau hanya
satu ataupun dua untaian kata”
“Tetapi
saya merasakan kebahagiaan yang lebih ketika saya melihat dirimu. Saya iri
denganmu”, sahut Mawar Merah dengan perasaan getir.
“Saat
ini, mungkin selamanya pula, saya hanya berjuang keras untuk menghasilkan buah
mangga. Terkadang saya juga tak menghasilkan apapun. Karena saya terjatuh
sebelum menjadi buah. Tetapi saya harus berusaha keras dan berdoa supaya diberi
kesabaran, rasa ikhlas, dan syukur nikmat, serta terkadang juga air hujan
ataupun manusia menyiramiku, membasahiku, yang bisa memberiku semangat untuk
tetap menjaga impian yang saya impikan, impian menjadi buah mangga yang berguna
bagi manusia. Bersyukur akan menjadikan keadaan menjadi lebih baik. Saya
percaya perjuangan tak akan berkhianat”, kata Bunga Pohon Mangga.
“Mengapa
saya begitu mudah dipuji kemudian saya tersakiti, sedangkan kau teracuhkan
kemudian memberi manfaat yang besar untuk mereka? Saya rela jadi kau Bunga
Pohon Mangga, yang selalu memberi kebahagiaan hidup untuk mereka walau kau
menerima pahitnya hidup”, kata Mawar Merah dengan nada lirih.
“Bunga
Mawar Merah, ambilah sisi baik dari saya jikalau ada. Kita ini makhluk Tuhan
yang senantiasa saling berbagi. Saat kau menemukan kebaikan, silahkan kau
mengambilnya. Kemudian jadilah dirimu sendiri. Dan yakinlah, kau akan memberi
manfaat yang besar untuk mereka para manusia”
Matahari mulai pun mulai tenggelam. Meninggalkan
harapan-harapan yang mempesona bagi kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar